Senin, 22 April 2019

Negeri Tanpa Pajak, Emang Bisa?

Oleh:lailatul fitriyah

Kebanyakan rakyat memahami, bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan sumberdaya alamnya seperti emas, perak, tembaga, timah, bouksit, nikel, minyak dan gas (migas), serta batubara selain kekayaan lain berupa puluhan juta hektar hutan, kekayaan laut dengan jutaan ton ikannya, dll. Namun anehnya, sumber pemasukan utama APBN kita bukan dari hasil-hasil kekayaan alam yang berlimpah-ruah tersebut, tetapi justru dari pajak yang sebagian besarnya dipungut dari rakyat.



Bahkan sampai hari ini pajak masih menjadi andalan pemasukan APBN dan menjadi satu-satunya sumber pemasukan terbesar dalam APBN kita. "dalam postur APBN 2018, pendapatan negara diproyeksikan sebesar Rp1.894,7 triliun. Jumlah ini berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp275,4 triliun dan Hibah sebesar Rp1,2 triliun". (kemenkeu.go.id)

Fakta di atas membuktikan bahwa selama ini APBN tidak berpihak kepada rakyat, tetapi lebih berpihak kepada para pemilik modal, terutama pihak asing. Apalagi subsidi untuk rakyat terus dikurangi, sementara beban pajak atas rakyat makin ditambah, bahkan hari ini para YouTuber dan selebgrampun mulai dilirik untuk diberlakukan pajak "Yustinus menegaskan, mereka patut dikenakan pajak. Namun, perhitungan pajak bagi mereka dapat mengacu ke dalam Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015" (viva.co.id, 21/01/2019)

Jika prioritas pemasukan negara hanya dari pajak maka pertanyaannya: Lalu kemana uang hasil dari berbagai sumberdaya alam milik rakyat itu? Tidak lain, sebagian besarnya masuk ke pihak swasta, khususnya pihak asing. Mengapa? Karena memang sebagain besar sumberdaya alam milik rakyat itu sudah lama berada dalam genggaman pihak swasta terutama pihak asing.

Padahal penguasaan swasta apalagi asing atas sumber-sumber keayaan alam milik rakyat jelas haram karena bertentangan dengan nash-nash syariah, antara lain sabda Nabi saw.:

اَلناسُ شُرَكَاءٌ فِي ثَلاَثَةٍ :اَلْمَاءِ وَالْكَلأِ وَالنارِ

Umat manusia bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, pedang gembalaan dan api (HR Ibn Majah).

Untuk mengatasi defisit APBN sesungguhnya bukanlah dengan utang yang makin membebani negara ataupun pajak yang makin menyengsarakan rakyat. Solusinya tidak lain adalah dengan mengembalikan semua sumberdaya alam itu kepada umat sebagai pemiliknya yang sah, lalu dikelola oleh negara sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Dengan dikelola oleh negara, seluruh hasil dari sumberdaya alam itu pasti akan dinikmati sepenuhnya oleh rakyat, bukan oleh segelintir pihak swasta dan pihak asing.

Dengan begitu negara tidak akan terus-menerus dibebani utang luar negeri berikut bunganya. Rakyat pun tidak terus-menerus dirugikan dengan berbagai macam pungutan pajak. Mengapa? Karena hasil-hasil dari sumberdaya alam milik rakyat itu lebih dari cukup untuk membiayai pengurusan rakyat, bahkan akan sanggup memakmurkan dan mensejahterakan mereka.

Semua itu pasti bakal terwujud saat bangsa ini benar-benar mau secara sungguh-sungguh menerapkan syariah Islam secara kaffah. Itulah wujud ketakwaan hakiki. Jika umat ini telah benar-benar bertakwa, Allah SWT pasti akan menurunkan keberkahan-Nya dari langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya:

وَلَوْ أَن أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jika saja penduduk negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (Kami) sehingga Kami menyiksa mereka karena perbuatan yang mereka lakukan itu (QS al-A’raf : 96).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar