Jumat, 26 April 2019

Jalan Tol, infrastruktur atau ladang bisnis?

Oleh: Lailatul Fitriyah, S.Pd.

Pembangunan infrastruktur sejatinya merupakan ikhtiar agar Indonesia bisa menurunkan ketimpangan terutama ketimpangan antar­wilayah. Dengan adanya konektivitas yang lebih baik, biaya logistik bisa ditekan dan berujung pada pemerataan harga barang kebutuhan pokok di seluruh pelosok Indonesia. Jadi, ke depannya bukan hanya harga BBM yang sama antara Jakarta dan Papua, tapi juga harga beras dan minyak goreng.



Oleh karena itu, soal pentingnya pembangunan infrastruktur memang sudah tidak relevan lagi diperdebatkan. Pembangunan infrastruktur sudah begitu urgen dilakukan. Menjadi kewajiban penguasa untuk mengadakannya dan hal tersebut adalah lumrah karena pemimpin sejatinya adalah pelayan rakyat maka tentu aneh jika keberadaan infrastruktur di klaim sebagai keberhasilan rezim dan dimanfaatkan untuk mendongkrak suara dalam kampanye seperti yang dikutip oleh Kompas.com, Minggu (03/02/2019) "Wali kota semarang mengatakan jangan pakai jalan tol jika tidak dukung jokowi" tentu pernyataan tersebut amat mengusik akal sehat.

Nampaknya perlu kita memahami bahwa hakikat dari infrastruktur itu membangun dasar struktur perekonomian, cirinya bisa dinikmati oleh siapa pun. Contohnya jalan raya dan jembatan yang bisa dinikmati oleh siapa pun secara gratis. Sedangkan jalan tol yang sedang ramai dibahas belakangan ini faktanya hanya bisa dinikmati bagi yang mampu untuk bayar.

"Pengusaha logistik membenarkan bahwa alasan para supir truk untuk mengalihkan lajunya kembali ke Jalur Pantura daripada Tol TransJawa karena tarif yang mahal. Tarif tol dinilai terlalu tinggi bagi para pengemudi truk." detikFinance, Minggu (03/02/2019).

"Kan truk itu totalnya sampai Rp 1,5 juta itu ke Surabaya, kalau ukuran truknya makin besar lagi bisa sampai Rp 2 juta, mahal bener itu," kata Zaldy seperti detikFinance, Senin (28/1/2019). Jika berkaca dari tingginya tarif tol Transjawa bukankah ini seperti ladang bisnis, tentu jauh dari hakikat infrastruktur itu sendiri bukan?

Dalam pandangan sistem ekonomi Islam tentang infrastruktur jalan tol jelas berbeda, dalam hal ini negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya. Walaupun ada pungutan, hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pemiliknya dalam bentuk yang lain. Ini termasuk juga membangun infrastruktur atau sarana lain yang menjadi kewajiban  negara untuk masyarakat seperti sekolah-sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, jalan-jalan umum, dan sarana-sarana lain yang lazim diperuntukkan bagi masyarakat sebagai bentuk pengaturan dan pemeliharaan  urusan rakyat. Dalam hal ini, negara tidak mendapat pendapatan sedikit pun. Yang ada adalah subsidi terus-menerus. Jadi, sama sekali tidak ada pos pendapatan dari sarana-sarana ini.

Jelaslah hanya jika sistem ekonomi islam dan politik islam yang diterapkan secara sempurna pasti akan mampu memberikan ketenangan juga kesejahteraan bagi umat manusia secara menyeluruh, karena aturan dari pencipta mustahil keliru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar