Jumat, 26 April 2019

Bunuh Membunuh sampai kapan?

Oleh: Lailatul Fitriyah

Belakangan ini ramai berita mengabarkan tentang kasus kasus pembubuhan diberbagai media seperti yang dilansir oleh TribunNews.com, Jumat (23/11/18) "Kepolisian telah menetapkan empat tersangka kasus pembunuhan mayat dalam drum. Dua tersangka masih menjadi buron, sedangkan dua tersangka lain kini menjalani pemeriksaan. Polisi menjelaskan pembunuhan dilakukan karena masalah harta".




Kasus pembunuhan yang berbeda sebagaimana dikutip oleh Detik.com, jumat (23/11/18) "bahwa Y dan NR menjalani rekonstruksi kasus pembunuhan Ciktuti Iin Puspita (22). Pasangan kekasih ini melakukan reka adegan dari awal kedatangan, cekcok, hingga terbunuhnya Ciktuti, yang mayatnya disimpan di dalam lemari". Selanjutnya kutipan dari Kompas.com, jumat (16/11/18) "Wakapolda Metro Jaya Brigjen Wahyu Hadiningrat mengatakan, Haris Simamora membunuh keluarga Diperum Nainggolan saat para korbannya tengah tertidur".

Bunuh Membunuh seperti menjadi sebuah fenomena, begitu mengerikannya seolah nyawa manusia terasa sangat tidak berharga. Sana sini kasus pembunuhan, cek cok sakit hati sedikit berujung bunuh. Tidak pandang lagi sanak saudara, teman, atasan bawahan bahkan anak atau orangtua. Rasa rasanya sudah seperti di rimba siapa yang kuat dia yang menang padahal sejalan dengan hal ini narasi soal negara hukum nyaring digaungkan. Anomali bukan?

Banyak hal yang melatarbelakangi kasus kasus pembunuhan yang terjadi diindonesia. Seperti sakit hati, ekonomi, asmara dll. Psikologis masyarakat seperti sedang terkoyak tak tahu kemana tempat mengadukan kesulitan dan dukanya. Penguasa yang sejatinya adalah pengayom dan pelindung masyarakat tak mampu meneduhkan lara hatinya rakyat.

Kesulitan ekonomi, dimana harga kebutuhan pokok yang kian hari makin meroket mencekik rakyat. Pergaulan bebas membuat anak anak bahkan yang dewasapun terjerembab pada perzinahan dan tingginya kasus perselingkuhan dalam rumah tangga. Pendidikan tak terjangkau membuat rakyat tak mampu mengaksesnya hingga banyak masyarakat terbelenggu pada kebodohan secara turun temurun.

Bibit bibit para pembunuh ternyata disemai oleh para penguasa kita sendiri dalam sistem pengaturan negeri ini. Diperparah sistem hukum peradilan yang tak memberi efek jera bagi para pelaku pembunuhan.

Andai saja penguasa bersedia menerapkan aturan dari sang Pencipta tentu tidak begini jalan ceritanya. Islam memiliki konsep sistem yang cemerlang dalam segala aspek. Sistem ekonominya mensejahterakan, sejarah berbicara bagaimana dalam masa kepemimpinan khalifah Umar Bin Abdul Aziz tak ada seorangpun yang bersedia menerima zakat karena merata kesejahteraan kala itu. Akses  pendidikan yang terjangkau, pergaulan terjaga dan hukum yang memberi efek jera. Generasi yang tercipta kala itu ialah generasi unggul penakluk peradaban.

Saatnya kini bersama sama kita jadikan islam solusi dalam persoalan negeri bukan melulu pada tataram solusi pribadi karena islam tak hanya bicara soal sholat dan akhlaq tapi juga negara.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)

Wallahu'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar