“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa,
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" TQS Al-Baqarah: 183
Seruan
Allah untuk berpuasa di bulan Ramadhan selalu disambut dengan penuh kegembiraan
oleh kebanyakan kita, ramadhan ibarat bunga yang semerbak keharumannya mampu
palingkan perhatian. Si fulan yang mulanya tak tutup aurat bulan ini sontak hijabi
auratnya, fulana yang hobinya kholwat (read: dua-duaan) di bulan yang sama putuskan
untuk break, club club malam atas dasar
menghormati akhirnyapun ditutup, dan sang contekus kini harus pikir panjang
saat niatannya menyeruak dalam Ujian Akhir Semester ini. Ramadhan memang ajaib,
ia ibarat maghnet yang mampu menarik dengan dahsyat manusia kearah kebaikan.
Mungkin kini Allah sedang tersenyum haru melihat manusia ciptaannya berbondong
tunduk patuh menghamba padaNYA. mereka rela menahan lapar dahaga semata untuk
Allah. Subhanallah.
Tentunya kita semua telah memahami bahwa tujuan
dari puasa yang Allah wajibkan adalah agar kita menjadi orang yang bertaqwa
sebagaimana penjelasan ayat diatas. Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-waqiyah yang artinya
memelihara “memelihara diri dalam menjalani hidup sesuai dengan
tuntunan/petunjuk Allah” karena memang sudah sepantasnyalah manusia
menghambakan diri patuh dan tunduk kepada Allah SWT, bukan karena balas budi
atas nikmatnya yang tanpa henti di curah logikanya adalah karena kita hamba
yang Allah cipta.
Sejatinya
kemuliaan ramadhan bisa direngkuh hanya jika kita benar benar berupaya menjadi bertaqwa,
bertaqwa dalam hal ini tidak hanya terbatas pada ketaqwaan individu namun
masyarakat dan juga negara tentunya. Pribadi
taqwa yaitu yang mendedikasikan umurnya untuk patuh kepada Allah menjalani
dengan ikhlas apa-apa yang Allah perintah dan larang. Masyarakat taqwa yaitu masyarakat yang pemikiran, perasaan dan
peraturan yang ada ditengah-tengah kehidupan semata bersumber dari islam,
ketaqwaan bersama di tengah masyarakat yang demikian dapat diwujudkan hanya
jika negara menerapkan aturan islam secara keselurhan. Yang dengannnya Allah akan limpahkan keberkahan dari darat dan lautan sebagaimana firmannya dalam
surat Al-A’raf: 96 yang artinya:
“jika saja penduduk negeri-negeri beriman dan
bertaqwa, pasti kami akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan ayat-ayat kami itu. Karena itu kami menyiksa mereka karena
perbuatan yang mereka lakukan itu”
Sesungguhnya
ramadhan adalah momentum untuk meraih ketaqwaan, namun jika kita menelisik
lebih jauh betapa hati ini merasakan kekecewaaan yang teramat dalam melihat
pola tingkah ummat yang hanya menjadikan ramadhan sebatas romantisme sesaat.
Teganya kita meninggalkan kemaksiatan saat ramadhan namun justru merangkulnya
kembali dengan hangat seusainya. Mengapa ketaqwaan dikerdilkan hanya pada skup
individu seolah islam hanya mampu mengurusi soalan sholat, akhlaq dan talak. Buktinya
coba lihat dengan apa peraturan untuk mengurusi urusan ummat ini dibuat, apakah
ia bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah yang Allah turunkan? Lihat konsep
peraturan seperti apa yang diadopsi untuk perkara ekonomi, pendidikan,
pergaulan sosial, sangsi, kesehatan,dan politik yang melingkupi ummat kini? Islam
begitu terasa jauh dari kehidupan, islam diasingkan pada masjid-masjid tak
diberi kesempatan untuk mengatur.
Tidakkah
kerinduan mengusik batinmu wahai sahabat? Kerinduan akan hidup dibawah naungan
islam, diatur dengan islam. Sebagaimana dulu sejarah mengajarkan pola
kebangkitan dengan islam, masa-masa kegemilangan islam yang akhirnya berakhir
beriringan tatkala umat meninggalkan islam sebagai aturan hidup. maka wajarlah
jika ummat kini terpuruk disana-sini. Kita tidak boleh lupa bahwa ketaqwaan
masyarakat dan negara tidak kalah pentingnya dengan ketaqwaan individu dalam
upaya mewujudkan negeri yang di rahmati. Negara yang menerapkan aturan-aturan
islam akan menyajikan lingkungan kondusif bagi umat untuk bertaqwa dan
menariknya secara masal pada ketaqwaan sehingga keberkahan dari langit dan bumi
yang Allah janjikan akan benar-benar terwujud, kesejahteraan akan dirasa ummat
secara nyata.
Disaat kita
hidup ditengah-tengah kondisi dimana islam diperlakukan sedemikian hingga. Lalu
dengan cara apa kita mempertanggungjawabkan semua ini dihadap Allah kelak? saat
dimana aturan Allah dicampakan jauh dari kehidupan. Sungguh tidak lain hanya dengan berjuang
mengembalikan kehidupan islam dan Ramadhan ini adalah salah satu momentumnya.
Oleh
karenanya hiruk pikuk pilpres yang digadang sebagai momentum perubahan tidak
lantas melupakan kita pada konsep perubahan yang ditawarkan Rasulullah yaitu
dengan menjadikan islam sebagai aturan kehidupan yang telah terbukti ampuh
membawa kepada perubahan. Sehingga tidak cukup hanya dengan sosok pemimpin yang
tegas, kuat, merakyat, cerdas dan bertaqwa tapi dengan cara apa mereka akan
memimpin ummat negeri ini itu tak kalah pentingnya, apakah mereka akan memimpin
ummat negeri ini dengan menerapkan syariahNYA atau justru semakin mengukuhkan
sistem sekulerisme, demokrasi, kapitalisme yang diberkuasa saat ini yang
merupakan pangkal berbagai problem dan kesempitan hidup yang diderita ummat.!
Layakah
rakyat negeri yang mayoritas muslim ini memberikan mandat kepada para calon
pemimpin yang akan melanjutkan penyimpangan dari petunjuk Allah SWT dan
memperpanjang berbagai kesempitan hidup yang mereka alami? Layakah rakyat
negeri ini melakukan itu, dibulan ramadhan yang mestinya diisi dengan seruan
ketakwaan dan ketaatan? Wallahua’lam {v3}
4 juli 2014
saudarimu,
lailatul fitriyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar