Jumat, 04 Juli 2014

ROMANTISME RAMADHAN DAN PENGUKUHAN TAQWA

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" TQS Al-Baqarah: 183

Seruan Allah untuk berpuasa di bulan Ramadhan selalu disambut dengan penuh kegembiraan oleh kebanyakan kita, ramadhan ibarat bunga yang semerbak keharumannya mampu palingkan perhatian. Si fulan yang mulanya tak tutup aurat bulan ini sontak hijabi auratnya, fulana yang hobinya kholwat (read: dua-duaan) di bulan yang sama putuskan untuk break, club club malam atas dasar menghormati akhirnyapun ditutup, dan sang contekus kini harus pikir panjang saat niatannya menyeruak dalam Ujian Akhir Semester ini. Ramadhan memang ajaib, ia ibarat maghnet yang mampu menarik dengan dahsyat manusia kearah kebaikan. Mungkin kini Allah sedang tersenyum haru melihat manusia ciptaannya berbondong tunduk patuh menghamba padaNYA. mereka rela menahan lapar dahaga semata untuk Allah. Subhanallah.

 Tentunya kita semua telah memahami bahwa tujuan dari puasa yang Allah wajibkan adalah agar kita menjadi orang yang bertaqwa sebagaimana penjelasan ayat diatas. Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-waqiyah yang artinya memelihara “memelihara diri dalam menjalani hidup sesuai dengan tuntunan/petunjuk Allah” karena memang sudah sepantasnyalah manusia menghambakan diri patuh dan tunduk kepada Allah SWT, bukan karena balas budi atas nikmatnya yang tanpa henti di curah logikanya adalah karena kita hamba yang Allah cipta.  
Sejatinya kemuliaan ramadhan bisa direngkuh hanya jika kita benar benar berupaya menjadi bertaqwa, bertaqwa dalam hal ini tidak hanya terbatas pada ketaqwaan individu namun masyarakat dan juga negara tentunya. Pribadi taqwa yaitu yang mendedikasikan umurnya untuk patuh kepada Allah menjalani dengan ikhlas apa-apa yang Allah perintah dan larang. Masyarakat taqwa yaitu masyarakat yang pemikiran, perasaan dan peraturan yang ada ditengah-tengah kehidupan semata bersumber dari islam, ketaqwaan bersama di tengah masyarakat yang demikian dapat diwujudkan hanya jika negara menerapkan aturan islam secara keselurhan. Yang dengannnya Allah akan limpahkan keberkahan dari darat dan lautan sebagaimana firmannya dalam surat Al-A’raf: 96 yang artinya:
“jika saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pasti kami akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami itu. Karena itu kami menyiksa mereka karena perbuatan yang mereka lakukan itu”
Sesungguhnya ramadhan adalah momentum untuk meraih ketaqwaan, namun jika kita menelisik lebih jauh betapa hati ini merasakan kekecewaaan yang teramat dalam melihat pola tingkah ummat yang hanya menjadikan ramadhan sebatas romantisme sesaat. Teganya kita meninggalkan kemaksiatan saat ramadhan namun justru merangkulnya kembali dengan hangat seusainya. Mengapa ketaqwaan dikerdilkan hanya pada skup individu seolah islam hanya mampu mengurusi soalan sholat, akhlaq dan talak. Buktinya coba lihat dengan apa peraturan untuk mengurusi urusan ummat ini dibuat, apakah ia bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah yang Allah turunkan? Lihat konsep peraturan seperti apa yang diadopsi untuk perkara ekonomi, pendidikan, pergaulan sosial, sangsi, kesehatan,dan politik yang melingkupi ummat kini? Islam begitu terasa jauh dari kehidupan, islam diasingkan pada masjid-masjid tak diberi kesempatan untuk mengatur.
Tidakkah kerinduan mengusik batinmu wahai sahabat? Kerinduan akan hidup dibawah naungan islam, diatur dengan islam. Sebagaimana dulu sejarah mengajarkan pola kebangkitan dengan islam, masa-masa kegemilangan islam yang akhirnya berakhir beriringan tatkala umat meninggalkan islam sebagai aturan hidup. maka wajarlah jika ummat kini terpuruk disana-sini. Kita tidak boleh lupa bahwa ketaqwaan masyarakat dan negara tidak kalah pentingnya dengan ketaqwaan individu dalam upaya mewujudkan negeri yang di rahmati. Negara yang menerapkan aturan-aturan islam akan menyajikan lingkungan kondusif bagi umat untuk bertaqwa dan menariknya secara masal pada ketaqwaan sehingga keberkahan dari langit dan bumi yang Allah janjikan akan benar-benar terwujud, kesejahteraan akan dirasa ummat secara nyata.
Disaat kita hidup ditengah-tengah kondisi dimana islam diperlakukan sedemikian hingga. Lalu dengan cara apa kita mempertanggungjawabkan semua ini dihadap Allah kelak? saat dimana aturan Allah dicampakan jauh dari kehidupan. Sungguh  tidak lain hanya dengan berjuang mengembalikan kehidupan islam dan Ramadhan ini adalah salah satu momentumnya.
Oleh karenanya hiruk pikuk pilpres yang digadang sebagai momentum perubahan tidak lantas melupakan kita pada konsep perubahan yang ditawarkan Rasulullah yaitu dengan menjadikan islam sebagai aturan kehidupan yang telah terbukti ampuh membawa kepada perubahan. Sehingga tidak cukup hanya dengan sosok pemimpin yang tegas, kuat, merakyat, cerdas dan bertaqwa tapi dengan cara apa mereka akan memimpin ummat negeri ini itu tak kalah pentingnya, apakah mereka akan memimpin ummat negeri ini dengan menerapkan syariahNYA atau justru semakin mengukuhkan sistem sekulerisme, demokrasi, kapitalisme yang diberkuasa saat ini yang merupakan pangkal berbagai problem dan kesempitan hidup yang diderita ummat.!

Layakah rakyat negeri yang mayoritas muslim ini memberikan mandat kepada para calon pemimpin yang akan melanjutkan penyimpangan dari petunjuk Allah SWT dan memperpanjang berbagai kesempitan hidup yang mereka alami? Layakah rakyat negeri ini melakukan itu, dibulan ramadhan yang mestinya diisi dengan seruan ketakwaan dan ketaatan? Wallahua’lam {v3}

4 juli 2014
saudarimu,
lailatul fitriyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar